Kamis, 12 Juni 2014



BAB VI PROSES AJUDIKASI



Bagian Kesatu
Prinsip


Pasal 26
(1) Sidang ajudikasi bersifat terbuka  untuk  umum kecuali dalam hal Majelis Komisioner melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dikecualikan.
(2) Majelis Komisioner bersifat aktif dalam proses persidangan.
(3) Majelis Komisioner wajib menjaga  kerahasiaan  dokumen dalam hal dilakukannya     pemeriksaan   yang   berkaitan    dengan   dokumen- dokumen yang termasuk dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17  Undang-Undang  Nomor 14  Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
(4) Pemohon dan/atau  kuasanya tidak dapat melihat atau melakukan pemeriksaan terhadap  dokumen-dokumen sebagaimana  dimaksud pada ayat (1).


Bagian Kedua
Tata Cara Persidangan


Pasal 27
Persidangan dilakukan untuk memeriksa: a. keterangan Pemohon atau kuasanya; b. keterangan Termohon atau kuasanya; c. surat-surat;
d.  keterangan saksi, apabila diperlukan;
e.  keterangan ahli, apabila diperlukan;
f.    rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, atau  peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk, apabila diperlukan; dan/atau
g.  kesimpulan dari Para Pihak, apabila ada.


Pasal 28
(1) Persidangan dilakukan melalui pertemuan  langsung ataupun  tidak langsung.
(2) Persidangan melalui pertemuan langsung dapat diselenggarakan di:
a. salah satu ruangan di kantor Komisi Informasi; atau
b.  salah satu ruangan di  kantor Badan Publik lain yang tidak terkait dengan  sengketa  atau  tempat  lain yang ditentukan  oleh Komisi Informasi.
(3) Tata cara persidangan  melalui pertemuan  tidak langsung diatur  di dalam Keputusan  Ketua Komisi Informasi Pusat.


Pasal 29
(1) Pada hari pertama  sidang ajudikasi,  Majelis Komisioner mewajibkan para pihak  untuk  menempuh proses penyelesaian sengketa melalui mediasi terlebih dahulu dalam hal penolakan permohonan informasi atas alasan sebagaimana dimaksud di  dalam Pasal 35  ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g UU KIP;
(2) Dalam   hal   penolakan   permohonan  informasi  atas       alasan pengecualian berdasarkan  Pasal 35  ayat (1)  huruf a UU  KIP,  Majelis Komisioner            langsung   memeriksa  pokok  sengketa   tanpa   melalui mediasi.


Pasal 30
Dalam hal Pemohon dan/atau  kuasanya tidak hadir dalam persidangan selama  (dua) kali   tanpa  alasan  yang jelas, Permohonan dinyatakan gugur.


Pasal 31
Dalam   hal    Termohon   dan/atau    kuasanya   tidak   hadir   dalam persidangan,  Majelis Komisioner dapat   memeriksa  dan   memutus sengketa tanpa kehadiran Termohon.


Pasal 32
Panitera membuat Berita Acara Persidangan.


Pasal 33
(1) Panitera    wajib    merekam    secara    elektronik    seluruh     proses persidangan.
(2) Para  pihak  dapat  meminta  transkrip  rekaman  elektronik dengan dikenakan biaya pembuatan transkrip dan salinan sesuai standar biaya yang berlaku.
(3) Dalam  hal  rekaman  elektronik  proses  persidangan  yang  diminta memuat  informasi  yang  dikecualikan,  salinan  rekaman  diberikan dalam bentuk  cetak  dengan penghitaman atau  pengaburan  pada bagian informasi yang dikecualikan.


Pasal 34
(1) Dalam  hal   ajudikasi  dilakukan   karena   penolakan  permohonan berdasarkan    alasan   pengecualian   informasi,  Majelis  Komisioner melakukan penilaian terhadap hasil uji  konsekuensi atas penetapan informasi yang dikecualikan.
(2) Dalam hal  penilaian  terhadap  hasil  uji  konsekuensi  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  terbukti  bahwa  informasi  yang  dimohon termasuk informasi yang dikecualikan, sidang ajudikasi dilanjutkan untuk melakukan uji  kepentingan publik.
(3) Uji    kepentingan   publik   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) dilakukan untuk  menilai apakah ada kepentingan publik yang lebih besar untuk membuka informasi daripada menutupnya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang  Nomor 14  Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.



Bagian Ketiga
Pemeriksaan Awal


Pasal 35
(1) Ketua Majelis Komisioner membuka persidangan dengan menyatakan sidang terbuka  untuk  umum dan memeriksa identitas para  pihak atau kuasanya.
(2) Setelah memeriksa identitas  para  pihak,  Ketua Majelis Komisioner membacakan ringkasan Permohonan dan keterangan Termohon serta memberikan kesempatan kepada para  pihak untuk  menambahkan keterangan.
(3) Dalam hal Termohon belum memberikan keterangan tertulis sebelum persidangan,  Ketua  Majelis Komisioner memerintahkan   Termohon untuk       memberikan   keterangan    singkat   secara    lisan   terkait Permohonan Pemohon.


Pasal 36
(1) Pada hari pertama sidang, Majelis Komisioner memeriksa:
a. kewenangan Komisi Informasi;
b.  kedudukan hukum (legal  standing) Pemohon untuk  mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi;


c.  kedudukan   hukum   Termohon  sebagai  Badan  Publik  di   dalam sengketa informasi;
d.  batas   waktu   pengajuan   permohonan   penyelesaian   sengketa informasi.
(2) Dalam  hal  permohonan  tidak  memenuhi salah  satu   ketentuan
sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),   Majelis Komisioner dapat menjatuhkan putusan sela untuk menerima ataupun  menolak permohonan.
(3) Dalam hal  Majelis berpendapat tidak perlu menjatuhkan putusan sela,  maka  proses  pemeriksaan dapat  dilanjutkan  dan  diputus bersamaan dengan putusan akhir.


Pasal 37
Ketua Majelis Komisioner memberikan  kesempatan  kepada  para  pihak untuk    menempuh   proses   mediasi   terlebih   dahulu    dalam   hal permohonan penyelesaian sengketa dilakukan terhadap penolakan pemberian informasi sebagaimana dimaksud di  dalam Pasal 35  ayat  (1) huruf b sampai dengan huruf g UU KIP.



Bagian Keempat
Mediasi


Pasal 38
(1) Mediasi dipimpin oleh mediator yang ditetapkan  oleh Ketua  Komisi
Informasi.
(2) Mediator dapat dibantu oleh mediator pembantu.
(3) Mediasi dilaksanakan  pada  hari  yang  sama  dengan  hari  pertama sidang.
(4) Apabila para pihak menghendaki lain, mediasi dapat dilakukan pada
hari yang disepakati oleh para  pihak, selambat-lambatnya  3  (tiga)
hari kerja setelah proses ajudikasi dinyatakan ditunda.
(5) Proses mediasi bersifat  tertutup  kecuali  para  pihak  menghendaki lain.
(6) Proses mediasi dapat  dilakukan  melalui pertemuan  langsung  atau menggunakan alat komunikasi dengan mempertimbangkan jarak dan/atau substansi sengketa.
(7) Proses   mediasi   yang   dilakukan    dengan   menggunakan   alat komunikasi ditetapkan lebih lanjut di dalam Keputusan Ketua Komisi Informasi.


Pasal 39
(1) Mediasi melalui pertemuan langsung dapat diselenggarakan di:
a. salah satu ruangan di kantor Komisi Informasi;
b.  salah satu ruangan di  kantor Badan Publik lain yang tidak terkait dengan          sengketa   atau   tempat   yang   dianggap  netral   yang ditentukan oleh Komisi Informasi; atau
c.  di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.


(2) Dalam  hal  pertemuan  mediasi  dilaksanakan  di   tempat  lain  yang disepakati  para  pihak,  biaya yang timbul ditanggung oleh masing- masing pihak yang bersengketa.
(3) Para   pihak   tidak  menanggung  segala  biaya  yang  dikeluarkan mediator.


Pasal 40
(1) Mediator mengupayakan mediasi selesai dalam sekali pertemuan.
(2) Apabila mediasi tidak cukup dilaksanakan dalam sekali pertemuan, mediator menetapkan agenda dan jadwal mediasi berikutnya sesuai dengan kesepakatan para pihak.


Pasal 41
(1) Jangka  waktu  mediasi adalah  14   (empat  belas)  hari  kerja  sejak pertemuan mediasi pertama.
(2) Apabila diperlukan, atas dasar kesepakatan para pihak mediasi dapat diperpanjang 1 (satu) kali  dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja.


Pasal 42
Mediator mendorong para pihak menelusuri dan menggali kepentingan mereka untuk mencapai kesepakatan.


Pasal 43
Mediator dapat melakukan kaukus apabila dianggap perlu.


Pasal 44
(1) Mediator wajib mencatat proses mediasi.
(2) Mediator dapat  merekam secara  elektronik seluruh  proses  mediasi berdasarkan kesepakatan para pihak.


Pasal 45
Dalam hal Pemohon atau kuasanya tidak hadir 2 (dua) kali  tanpa alasan yang jelas,  maka  permohonan  dinyatakan  gugur  melalui penetapan Komisi Informasi.


Pasal 46
(1) Dalam hal Para Pihak bersepakat, Mediator membantu para  pihak merumuskan kesepakatan mediasi.
(2) Kesepakatan   mediasi  sebagaimana   dimaksud   ayat   (1)   setidak- tidaknya memuat:
a. tempat dan tanggal kesepakatan;
b.  nomor registrasi;
c.  identitas lengkap para pihak;
d.  kedudukan para pihak;
e.  kesepakatan  yang diperoleh;
f.   nama mediator; dan
g.  tanda tangan para pihak dan mediator.
(3) Sebelum   para    pihak    menandatangani    kesepakatan,    mediator memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari ada kesepakatan


yang   bertentangan   dengan   hukum   atau    yang   tidak   dapat dilaksanakan.


Pasal 47
(1) Mediator   menyerahkan    kesepakatan     mediasi    kepada    Majelis Komisioner yang menangani penyelesaian sengketa melalui Panitera Pengganti untuk dikuatkan menjadi Putusan.
(2) Kesepakatan   mediasi   sebagaimana    dimaksud    pada   ayat    (1)
dituangkan dalam bentuk Putusan Mediasi oleh Majelis Komisioner.
(3) Putusan  Mediasi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  sekurang- kurangnya memuat:
a. kepala putusan;
b.  tempat dan tanggal putusan;
c.  Komisi Informasi yang memutuskan;
d.  identitas lengkap dan kedudukan para pihak;
e.  hasil kesepakatan tertulis;
f.   perintah untuk melaksanakan kesepakatan yang diperoleh;
g.  tanda tangan Majelis Komisioner dan Panitera Pengganti.


Pasal 48
(1) Mediator menyatakan mediasi gagal apabila:
a. salah satu pihak atau para pihak menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi gagal;
b.  salah   satu   pihak   atau   para   pihak   menarik   diri     dari perundingan; atau
c.  kesepakatan belum tercapai dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41;
d.  Termohon tidak hadir 2 (dua) kali  tanpa alasan yang jelas.
(2) Dalam hal mediasi dinyatakan gagal, mediator membuat Pernyataan
Mediasi Gagal yang sekurang-kurangnya memuat:
a. tempat dan tanggal;
b.  nomor registrasi;
c.  identitas lengkap para pihak;
d.  alasan mediasi gagal;
e.  nama mediator;
f.   tanda tangan para pihak.


Pasal 49
(1) Mediator  menyampaikan   pernyataan   mediasi  gagal  kepada  Ketua
Majelis Komisioner yang memeriksa sengketa informasi.
(2) Terhadap    mediasi   yang   dinyatakan    gagal,   Majelis   Komisioner melanjutkan kembali proses ajudikasi.
(3) Majelis  Komisioner  menetapkan   hari   sidang   ajudikasi   dengan pemberitahuan kepada para pihak.


Pasal 50
Seluruh  hal  yang  terungkap  di   dalam  proses  mediasi tidak  dapat menjadi  alat   bukti   di    dalam  ajudikasi   maupun   persidangan   di pengadilan terhadap perkara yang sama maupun yang lainnya.


Bagian Kelima
Pembuktian



Pasal 51
Alat  bukti yang dapat diajukan untuk diperiksa di  persidangan sebagai berikut:
a. surat;
b.  keterangan saksi;
c.  keterangan ahli;
d.  keterangan Pemohon dan Termohon;
e.  petunjuk   yang   diperoleh  dari   rangkaian   data,   keterangan, perbuatan, keadaan, atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat bukti lain; dan/atau
f.    informasi yang  diucapkan,  dikirimkan,  diterima  atau  disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.


Pasal 52
(1) Bukti surat dapat diajukan oleh Para Pihak.
(2) Para Pihak mengajukan bukti surat yang sah disertai dengan materai yang cukup.
(3) Para pihak menyerahkan daftar bukti beserta peruntukannya kepada
Majelis Komisioner.


Pasal 53
(1) Saksi   dapat   diajukan   oleh   Pemohon,   Termohon,   dan   Majelis
Komisioner.
(2) Majelis Komisioner dapat menolak saksi  yang diajukan apabila:
a. sengketa  yang  dihadapi  bersifat  sederhana  sehingga  tidak memerlukan keterangan saksi;
b.  saksi dianggap memiliki kepentingan bersifat pribadi dengan salah satu atau para pihak;
(3) Pemeriksaan   saksi       dimulai   dengan   menanyakan   identitas, hubungannya  dengan sengketa informasi yang sedang berlangsung, dan  kesediaannya diambil sumpah atau  janji menurut agama dan kepercayaannya untuk  memberikan keterangan sesuai dengan apa yang didengar, dilihat, dan/atau dialami sendiri.
(4) Majelis Komisioner mengambil  sumpah saksi dengan dibantu juru sumpah.


Pasal 54
(1) Ahli     dapat    diajukan    oleh   Pemohon,   Termohon,   dan    Majelis
Komisioner.
(2) Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis Komisioner adalah keterangan yang diberikan oleh orang yang memiliki keahlian mengenai hal yang dipersengketakan dan tidak memiliki kepentingan yang bersifat pribadi dengan para pihak yang berperkara.


(3) Majelis Komisioner dapat menolak ahli yang diajukan apabila:
a. sengketa  yang  dihadapi  bersifat  sederhana  sehingga  tidak memerlukan keterangan ahli;
b.  ahli   dianggap  memiliki  kepentingan   yang  bersifat  pribadi dengan salah satu atau para pihak; atau
c.  keahliannya tidak relevan atau diragukan.
(4) Pemeriksaan    ahli    dimulai    dengan     menanyakan    identitas, keahliannya, dan kesediaannya diambil sumpah atau janji menurut agama dan  kepercayaannya untuk  memberikan keterangan sesuai dengan keahliannya.
(5) Majelis Komisioner mengambil sumpah ahli dengan dibantu oleh juru sumpah.


Pasal 55
(1) Saksi dan ahli yang dipanggil atas perintah Majelis Komisioner wajib hadir dan memberikan keterangannya di dalam persidangan.
(2) Saksi dan ahli yang tidak hadir dalam persidangan  tanpa alasan yang
jelas   dikenakan   sanksi   sesuai   dengan   peraturan    perundang- undangan yang berlaku.



Bagian Keenam
Pemeriksaan Setempat


Pasal 56
(1) Majelis Komisioner dapat  melakukan  pemeriksaan  setempat  untuk memperoleh bukti  dengan  didampingi oleh  Panitera  dan  dapat didampingi oleh Pemohon dan/atau  Termohon  atas  pertimbangan Majelis Komisioner.
(2) Dalam  hal   pemeriksaan   setempat   dilakukan   untuk   memeriksa dokumen yang memuat informasi yang dikecualikan, pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran Pemohon.
(3) Dalam hal pemeriksaan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  tidak  dapat  dilakukan  sendiri  oleh Majelis Komisioner, Majelis Komisioner dapat mengupayakan bantuan Komisi Informasi terdekat.
(4) Tata   cara   pemeriksaan   setempat   diatur   lebih   lanjut   di   dalam
Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat.



Bagian Ketujuh
Kesimpulan Para Pihak


Pasal 57
(1) Para  pihak  dapat  menyampaikan  kesimpulan  baik  secara  lisan maupun tertulis.
(2) Para pihak dapat menyampaikan kesimpulan secara tertulis dalam jangka  waktu  yang  ditentukan   Majelis Komisioner setelah tahap pembuktian dinyatakan selesai.


(3) Kesimpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga)  hari kerja sebelum sidang putusan.



Bagian Kedelapan
Putusan


Pasal 58
(1) Majelis Komisioner melakukan  musyawarah  untuk   menghasilkan putusan atas sengketa informasi.
(2) Musyawarah dilakukan secara tertutup dan bersifat rahasia. (3) Musyawarah dipimpin oleh Ketua Majelis Komisioner.
(4) Dalam  hal  terdapat  pendapat  yang  berbeda  dari  anggota  Majelis
Komisioner, pendapat  tersebut  dilampirkan dalam putusan.


Pasal 59
(1) Putusan  Majelis Komisioner diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(2) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sekurang-kurangnya memuat:
a. kepala putusan;
b.  identitas lengkap para pihak;
c.  duduk perkara yang sekurang-kurangnya memuat:
1.  kronologi;
2.  alasan Permohonan; dan
3.  petitum;
d.  alat bukti yang diajukan dan diperiksa;
e.  kesimpulan para pihak;
f.   pertimbangan hukum yang sekurang-kurangnya memuat:
1.  fakta hukum persidangan;
2.  pendapat majelis;
3.  kesimpulan;
4.  amar putusan yang di dalamnya memuat pula mengenai jangka waktu pelaksanaan putusan;
5.  hari dan tanggal musyawarah Majelis Komisioner;
6.  hari dan tanggal putusan  diucapkan, nama dan tanda tangan Majelis Komisioner yang  memutus   serta  Panitera  Pengganti yang mencatat persidangan; dan
7.  Pendapat  anggota Majelis Komisioner yang berbeda,  apabila ada.
(3) Putusan   Majelis Komisioner tidak  boleh  memuat  informasi  yang dikecualikan.
(4) Salinan putusan  diberikan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)  hari kerja sejak putusan dibacakan.
(5) Segera  setelah   salinan   putusan   diberikan  kepada   para   pihak, putusan dimasukkan ke  dalam situs resmi Komisi Informasi.


Pasal 60
(1) Pemohon dan/atau   Termohon    yang    tidak  menerima    putusan Komisi Informasi  dapat mengajukan  keberatan   secara  tertulis  ke pengadilan  yang berwenang.
(2) Keberatan   sebagaimana    dimaksud    ayat   (1)     diajukan    dalam tenggang waktu 14   (empat belas) hari  sejak salinan putusan Komisi lnformasi diterima oleh   para    pihak berdasarkan    tanda    bukti penerimaan.
(3) Dalam hal salah  satu atau para pihak tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud  ayat  (2)   maka  putusan   Komisi Informasi berkekuatan hukum tetap.
(4) Putusan  Komisi lnformasi yang berkekuatan  hukum  tetap  dapat dimintakan         penetapan eksekusi   kepad Ketua   Pengadilan  yang berwenang oleh Pemohon lnformasi.
(5) Permohonan      untuk       mendapatkan       penetapan       eksekusi sebagaimana      dimaksud   ayat   (3) dilakukan   dengan   mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan salinan  resmi putusan Komisi  Informasi   yang  telah  berkekuatan  hukum  tetap  tersebut ke   Pengadilan dalam  wilayah hukum  Termohon.


Pasal 61
Ketua Majelis Komisioner menjelaskan hak-hak  Pemohon dan Termohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60  sebelum menutup persidangan terakhir.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Baca Tip Kesehatan

Translate

- Copyright © UPDATE PRIBADI -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -