- Back to Home »
- KI , Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 »
- BAB VI PROSES AJUDIKASI, PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK (Bag. 7)
BAB VI PROSES AJUDIKASI, PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK (Bag. 7)
Kamis, 12 Juni 2014
BAB VI PROSES AJUDIKASI
Bagian Kesatu
Prinsip
Pasal 26
(1) Sidang ajudikasi
bersifat terbuka untuk umum
kecuali dalam hal Majelis Komisioner melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dikecualikan.
(2) Majelis Komisioner bersifat aktif dalam proses persidangan.
(3) Majelis Komisioner wajib
menjaga kerahasiaan dokumen dalam hal
dilakukannya pemeriksaan yang berkaitan dengan
dokumen- dokumen yang termasuk
dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
(4) Pemohon dan/atau
kuasanya tidak dapat melihat atau melakukan
pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kedua
Tata Cara Persidangan
Pasal 27
Persidangan
dilakukan untuk memeriksa: a. keterangan
Pemohon atau kuasanya; b. keterangan Termohon
atau kuasanya; c. surat-surat;
d. keterangan saksi, apabila
diperlukan;
e. keterangan ahli, apabila
diperlukan;
f. rangkaian data,
keterangan, perbuatan, keadaan,
atau peristiwa yang
bersesuaian dengan alat-alat
bukti lain yang dapat dijadikan
petunjuk, apabila diperlukan; dan/atau
g. kesimpulan dari Para Pihak, apabila
ada.
Pasal 28
(1) Persidangan dilakukan melalui pertemuan
langsung ataupun tidak
langsung.
(2) Persidangan melalui pertemuan langsung dapat diselenggarakan di:
a. salah satu ruangan
di kantor Komisi Informasi; atau
b. salah satu ruangan di
kantor Badan Publik lain yang tidak terkait
dengan sengketa atau tempat lain yang ditentukan oleh Komisi Informasi.
(3) Tata cara persidangan
melalui pertemuan
tidak langsung
diatur di dalam Keputusan Ketua Komisi
Informasi Pusat.
Pasal 29
(1) Pada hari pertama
sidang ajudikasi, Majelis Komisioner mewajibkan para pihak untuk menempuh proses penyelesaian sengketa melalui
mediasi terlebih dahulu dalam hal penolakan permohonan informasi
atas
alasan sebagaimana dimaksud
di dalam Pasal 35
ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g
UU KIP;
(2) Dalam hal penolakan permohonan informasi atas alasan pengecualian berdasarkan Pasal 35 ayat (1) huruf a UU
KIP, Majelis
Komisioner langsung memeriksa pokok sengketa tanpa
melalui mediasi.
Pasal 30
Dalam hal Pemohon dan/atau kuasanya tidak hadir dalam persidangan selama 2 (dua) kali tanpa
alasan yang jelas, Permohonan dinyatakan gugur.
Pasal 31
Dalam hal
Termohon dan/atau kuasanya tidak hadir
dalam persidangan, Majelis Komisioner dapat memeriksa dan memutus
sengketa tanpa kehadiran
Termohon.
Pasal 32
Panitera membuat Berita
Acara Persidangan.
Pasal 33
(1) Panitera wajib
merekam secara elektronik seluruh proses persidangan.
(2) Para pihak dapat meminta transkrip rekaman
elektronik dengan dikenakan biaya pembuatan transkrip dan salinan sesuai standar
biaya
yang berlaku.
(3) Dalam hal rekaman elektronik proses
persidangan
yang
diminta
memuat informasi yang dikecualikan, salinan rekaman
diberikan
dalam
bentuk cetak
dengan penghitaman atau
pengaburan
pada
bagian informasi yang dikecualikan.
Pasal 34
(1) Dalam hal ajudikasi dilakukan karena penolakan permohonan berdasarkan alasan pengecualian informasi,
Majelis
Komisioner
melakukan penilaian terhadap hasil uji
konsekuensi atas
penetapan informasi yang dikecualikan.
(2) Dalam hal
penilaian
terhadap hasil
uji konsekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
terbukti bahwa informasi yang dimohon termasuk informasi yang dikecualikan, sidang ajudikasi
dilanjutkan untuk melakukan
uji kepentingan publik.
(3) Uji kepentingan publik
sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2) dilakukan untuk menilai apakah ada kepentingan
publik yang lebih besar untuk membuka
informasi daripada menutupnya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Awal
Pasal 35
(1) Ketua Majelis Komisioner membuka persidangan dengan menyatakan sidang terbuka untuk
umum dan memeriksa identitas
para pihak atau kuasanya.
(2) Setelah memeriksa identitas para pihak,
Ketua Majelis
Komisioner membacakan ringkasan Permohonan dan keterangan Termohon serta memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menambahkan keterangan.
(3) Dalam hal Termohon belum memberikan
keterangan tertulis
sebelum persidangan, Ketua
Majelis Komisioner memerintahkan Termohon untuk memberikan keterangan singkat secara
lisan
terkait Permohonan Pemohon.
Pasal 36
(1) Pada hari pertama sidang,
Majelis Komisioner memeriksa:
a. kewenangan Komisi Informasi;
b. kedudukan hukum (legal
standing) Pemohon untuk
mengajukan permohonan penyelesaian sengketa
informasi;
c. kedudukan hukum Termohon
sebagai Badan
Publik
di dalam
sengketa informasi;
d. batas waktu pengajuan permohonan penyelesaian sengketa informasi.
(2) Dalam hal permohonan tidak memenuhi salah
satu ketentuan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1), Majelis Komisioner dapat menjatuhkan putusan sela untuk menerima
ataupun menolak permohonan.
(3) Dalam hal Majelis berpendapat tidak perlu menjatuhkan putusan sela, maka proses pemeriksaan dapat
dilanjutkan
dan
diputus
bersamaan dengan putusan akhir.
Pasal 37
Ketua Majelis
Komisioner memberikan kesempatan kepada
para
pihak untuk menempuh proses
mediasi
terlebih dahulu dalam
hal permohonan penyelesaian sengketa dilakukan terhadap
penolakan pemberian informasi sebagaimana dimaksud
di dalam Pasal 35
ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g UU KIP.
Bagian Keempat
Mediasi
Pasal 38
(1) Mediasi dipimpin oleh mediator yang ditetapkan
oleh Ketua
Komisi
Informasi.
(2) Mediator dapat dibantu oleh mediator pembantu.
(3) Mediasi dilaksanakan pada hari yang
sama
dengan hari pertama sidang.
(4) Apabila para pihak menghendaki lain, mediasi dapat dilakukan
pada
hari yang disepakati oleh para pihak, selambat-lambatnya 3 (tiga)
hari kerja setelah
proses ajudikasi dinyatakan ditunda.
(5) Proses mediasi
bersifat tertutup kecuali
para pihak menghendaki lain.
(6) Proses mediasi
dapat dilakukan melalui pertemuan
langsung atau menggunakan alat komunikasi dengan mempertimbangkan
jarak dan/atau substansi sengketa.
(7) Proses mediasi yang
dilakukan dengan menggunakan alat komunikasi ditetapkan lebih lanjut di
dalam Keputusan
Ketua Komisi Informasi.
Pasal 39
(1) Mediasi melalui pertemuan langsung dapat diselenggarakan di:
a. salah satu ruangan di kantor Komisi Informasi;
b. salah
satu ruangan di kantor Badan Publik lain yang tidak terkait
dengan sengketa atau tempat
yang
dianggap netral yang ditentukan oleh Komisi Informasi;
atau
c. di tempat lain yang disepakati oleh para pihak.
(2) Dalam hal pertemuan
mediasi dilaksanakan
di tempat lain yang disepakati para pihak, biaya yang timbul ditanggung oleh masing- masing pihak yang bersengketa.
(3) Para pihak tidak menanggung segala biaya yang dikeluarkan mediator.
Pasal 40
(1) Mediator mengupayakan mediasi selesai
dalam sekali pertemuan.
(2) Apabila mediasi
tidak cukup dilaksanakan dalam sekali pertemuan, mediator menetapkan agenda dan jadwal mediasi
berikutnya sesuai dengan kesepakatan para pihak.
Pasal 41
(1) Jangka waktu
mediasi adalah 14 (empat belas)
hari kerja sejak pertemuan mediasi pertama.
(2) Apabila diperlukan, atas dasar kesepakatan para pihak mediasi dapat diperpanjang 1
(satu) kali dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari kerja.
Pasal 42
Mediator mendorong para pihak menelusuri dan menggali kepentingan mereka untuk mencapai
kesepakatan.
Pasal 43
Mediator dapat melakukan kaukus apabila dianggap
perlu.
Pasal 44
(1) Mediator wajib mencatat proses mediasi.
(2) Mediator dapat merekam secara elektronik seluruh
proses mediasi berdasarkan kesepakatan para pihak.
Pasal 45
Dalam hal Pemohon atau kuasanya tidak hadir 2 (dua) kali tanpa alasan yang jelas,
maka
permohonan dinyatakan gugur
melalui penetapan Komisi Informasi.
Pasal 46
(1) Dalam hal Para Pihak bersepakat, Mediator
membantu para pihak merumuskan kesepakatan mediasi.
(2) Kesepakatan mediasi
sebagaimana dimaksud ayat
(1) setidak-
tidaknya memuat:
a. tempat
dan tanggal kesepakatan;
b. nomor registrasi;
c. identitas lengkap para pihak;
d. kedudukan para pihak;
e. kesepakatan yang
diperoleh;
f. nama mediator;
dan
g. tanda tangan para pihak dan mediator.
(3) Sebelum para
pihak
menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari
ada kesepakatan
yang bertentangan dengan
hukum
atau
yang
tidak
dapat dilaksanakan.
Pasal 47
(1) Mediator menyerahkan kesepakatan mediasi
kepada
Majelis Komisioner yang menangani penyelesaian sengketa melalui
Panitera Pengganti untuk dikuatkan
menjadi Putusan.
(2) Kesepakatan mediasi sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
dituangkan dalam bentuk Putusan Mediasi oleh Majelis Komisioner.
(3) Putusan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang- kurangnya memuat:
a. kepala
putusan;
b. tempat dan tanggal
putusan;
c. Komisi Informasi
yang memutuskan;
d. identitas lengkap dan kedudukan para pihak;
e. hasil kesepakatan tertulis;
f. perintah untuk melaksanakan kesepakatan yang diperoleh;
g. tanda tangan Majelis
Komisioner dan Panitera Pengganti.
Pasal 48
(1) Mediator menyatakan mediasi gagal apabila:
a. salah satu pihak atau para pihak menyatakan
secara tertulis bahwa proses mediasi
gagal;
b. salah satu
pihak
atau
para
pihak
menarik
diri dari
perundingan; atau
c. kesepakatan belum tercapai
dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41;
d. Termohon tidak hadir 2
(dua)
kali tanpa alasan yang jelas.
(2) Dalam hal mediasi
dinyatakan gagal, mediator membuat
Pernyataan
Mediasi Gagal yang sekurang-kurangnya memuat:
a. tempat dan tanggal;
b. nomor registrasi;
c. identitas lengkap para pihak;
d. alasan mediasi gagal;
e. nama mediator;
f. tanda tangan para pihak.
Pasal 49
(1) Mediator menyampaikan pernyataan mediasi gagal kepada
Ketua
Majelis Komisioner yang memeriksa sengketa
informasi.
(2) Terhadap mediasi yang dinyatakan gagal,
Majelis
Komisioner melanjutkan kembali
proses ajudikasi.
(3) Majelis Komisioner menetapkan hari
sidang
ajudikasi dengan pemberitahuan kepada
para pihak.
Pasal 50
Seluruh hal yang terungkap di dalam proses mediasi tidak dapat menjadi alat
bukti
di dalam
ajudikasi
maupun persidangan di pengadilan terhadap perkara
yang sama maupun
yang lainnya.
Bagian Kelima
Pembuktian
Pasal 51
Alat
bukti yang dapat diajukan untuk diperiksa
di persidangan sebagai berikut:
a. surat;
b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;
d. keterangan Pemohon dan Termohon;
e. petunjuk yang diperoleh dari
rangkaian data,
keterangan, perbuatan, keadaan, atau peristiwa yang
bersesuaian dengan alat bukti lain; dan/atau
f. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima
atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Pasal 52
(1) Bukti surat dapat diajukan
oleh Para Pihak.
(2) Para Pihak mengajukan bukti surat yang sah disertai
dengan materai yang cukup.
(3) Para pihak menyerahkan daftar bukti beserta
peruntukannya kepada
Majelis Komisioner.
Pasal 53
(1) Saksi dapat diajukan oleh
Pemohon, Termohon, dan
Majelis
Komisioner.
(2) Majelis Komisioner dapat menolak
saksi yang
diajukan apabila:
a. sengketa
yang
dihadapi
bersifat
sederhana sehingga tidak memerlukan keterangan saksi;
b. saksi dianggap memiliki
kepentingan bersifat
pribadi dengan salah satu atau para
pihak;
(3) Pemeriksaan saksi dimulai
dengan
menanyakan identitas, hubungannya
dengan sengketa informasi yang sedang berlangsung, dan kesediaannya diambil sumpah atau
janji menurut
agama dan kepercayaannya untuk
memberikan keterangan sesuai
dengan apa yang didengar, dilihat,
dan/atau dialami sendiri.
(4) Majelis Komisioner mengambil sumpah saksi dengan
dibantu juru sumpah.
Pasal 54
(1) Ahli dapat diajukan oleh
Pemohon, Termohon, dan
Majelis
Komisioner.
(2) Keterangan ahli yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis
Komisioner adalah keterangan yang diberikan oleh orang yang memiliki
keahlian mengenai hal yang dipersengketakan dan tidak memiliki kepentingan
yang
bersifat pribadi dengan para pihak yang berperkara.
(3) Majelis Komisioner dapat menolak ahli yang diajukan apabila:
a. sengketa
yang
dihadapi
bersifat
sederhana sehingga tidak memerlukan keterangan ahli;
b. ahli dianggap memiliki kepentingan yang bersifat pribadi dengan salah
satu atau para pihak; atau
c. keahliannya tidak relevan
atau diragukan.
(4) Pemeriksaan
ahli
dimulai dengan menanyakan identitas, keahliannya, dan kesediaannya diambil sumpah atau janji menurut
agama
dan kepercayaannya untuk memberikan
keterangan sesuai dengan keahliannya.
(5) Majelis Komisioner mengambil sumpah ahli dengan dibantu oleh juru sumpah.
Pasal 55
(1) Saksi dan ahli yang dipanggil
atas perintah Majelis Komisioner wajib
hadir
dan memberikan keterangannya di dalam persidangan.
(2) Saksi dan ahli yang tidak hadir dalam persidangan
tanpa alasan
yang
jelas dikenakan sanksi
sesuai
dengan
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Pemeriksaan
Setempat
Pasal 56
(1) Majelis Komisioner dapat melakukan pemeriksaan
setempat
untuk memperoleh bukti dengan didampingi oleh
Panitera dan dapat
didampingi oleh Pemohon dan/atau Termohon atas pertimbangan Majelis Komisioner.
(2) Dalam hal
pemeriksaan setempat dilakukan untuk
memeriksa dokumen yang memuat informasi
yang dikecualikan, pemeriksaan dilakukan tanpa kehadiran
Pemohon.
(3) Dalam hal pemeriksaan setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak
dapat
dilakukan
sendiri oleh Majelis Komisioner, Majelis Komisioner dapat mengupayakan bantuan Komisi Informasi
terdekat.
(4) Tata cara pemeriksaan setempat diatur lebih
lanjut di dalam
Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat.
Bagian Ketujuh
Kesimpulan Para Pihak
Pasal 57
(1) Para pihak dapat menyampaikan kesimpulan baik secara
lisan
maupun tertulis.
(2) Para pihak dapat menyampaikan kesimpulan secara
tertulis dalam jangka waktu
yang
ditentukan Majelis Komisioner setelah tahap
pembuktian dinyatakan selesai.
(3) Kesimpulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum sidang
putusan.
Bagian Kedelapan
Putusan
Pasal 58
(1) Majelis Komisioner melakukan musyawarah untuk
menghasilkan putusan atas sengketa
informasi.
(2) Musyawarah dilakukan secara tertutup dan bersifat rahasia.
(3) Musyawarah dipimpin oleh Ketua Majelis
Komisioner.
(4) Dalam hal terdapat pendapat yang berbeda dari anggota
Majelis
Komisioner, pendapat tersebut dilampirkan dalam putusan.
Pasal 59
(1) Putusan Majelis Komisioner diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
(2) Putusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. kepala
putusan;
b. identitas lengkap para pihak;
c. duduk perkara yang sekurang-kurangnya memuat:
1. kronologi;
2. alasan Permohonan; dan
3. petitum;
d. alat bukti yang diajukan dan diperiksa;
e. kesimpulan para pihak;
f. pertimbangan hukum yang sekurang-kurangnya memuat:
1. fakta hukum persidangan;
2. pendapat majelis;
3. kesimpulan;
4. amar putusan yang di dalamnya memuat pula mengenai
jangka waktu pelaksanaan putusan;
5. hari dan tanggal
musyawarah Majelis Komisioner;
6. hari dan tanggal
putusan diucapkan, nama dan tanda tangan Majelis Komisioner yang memutus serta
Panitera
Pengganti
yang
mencatat persidangan; dan
7. Pendapat anggota Majelis
Komisioner yang berbeda, apabila
ada.
(3) Putusan Majelis Komisioner tidak boleh
memuat
informasi
yang
dikecualikan.
(4) Salinan putusan
diberikan kepada para pihak dalam jangka
waktu paling lambat 3
(tiga) hari kerja sejak putusan
dibacakan.
(5) Segera setelah
salinan
putusan
diberikan
kepada para
pihak, putusan dimasukkan ke dalam situs resmi
Komisi Informasi.
Pasal 60
(1) Pemohon dan/atau
Termohon
yang
tidak menerima putusan Komisi Informasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis ke pengadilan yang
berwenang.
(2) Keberatan sebagaimana dimaksud
ayat
(1) diajukan dalam tenggang waktu 14
(empat belas)
hari sejak salinan putusan Komisi
lnformasi diterima oleh para
pihak berdasarkan tanda
bukti penerimaan.
(3) Dalam hal salah satu
atau para pihak tidak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud ayat
(2) maka putusan Komisi
Informasi berkekuatan hukum tetap.
(4) Putusan Komisi
lnformasi yang berkekuatan
hukum
tetap
dapat
dimintakan penetapan eksekusi kepada Ketua
Pengadilan yang berwenang oleh Pemohon lnformasi.
(5) Permohonan untuk mendapatkan penetapan eksekusi sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan dengan
mengajukan permohonan tertulis dengan
melampirkan salinan resmi
putusan Komisi Informasi
yang telah berkekuatan hukum tetap
tersebut
ke Pengadilan dalam wilayah hukum Termohon.
Pasal 61
Ketua Majelis
Komisioner menjelaskan hak-hak
Pemohon dan Termohon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 sebelum menutup
persidangan terakhir.