Kamis, 12 Juni 2014



PENJELASAN ATAS
PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN  2013

TENTANG

PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK



I.  UMUM

Peraturan  Komisi Informasi tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik merupakan salah satu pelaksanaan dari perintah Pasal
26   ayat  (1)  huruf c  Undang-Undang   Nomor 14    Tahun  2008 tentang Keterbukaan  Informasi Publik selanjutnya  disebut  UU   KIP.   Pasal  ini memerintahkan  Komisi Informasi  Pusat untuk  menetapkan petunjuk pelaksanaan   dan   petunjuk   teknis   proses   penyelesaian   sengketa informasi publik.
Prosedur penyelesaian sengketa informasi diperlukan untuk memberikan kepastian hukum pemenuhan hak seseorang atas informasi oleh  Badan  Publik  sebagai  pihak   yang  menguasai   informasi  yang berkaitan   dengan  penyelenggaraan  negara  dan  kepentingan  publik. Sebagai  lembaga  quasi  peradilan,   penyelesaian  sengketa   informasi memiliki perbedaan dengan proses penyelesaian sengketa di  pengadilan meskipun  sebagai  tindak  lanjut  atas  upaya  hukum  atas  sengketa informasi tetap berujung di  pengadilan. Prosedur penyelesaian sengketa informasi  ini   ditetapkan  dengan  menerapkan  prinsip  umum  jaminan akses terhadap informasi yaitu cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Ketentuan Pasal 28  huruf f UUD  1945 juga memberikan jaminan  bahwa  setiap  orang  berhak  untuk   mencari,  memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran  yang tersedia. Dalam rangka menggunakan haknya,  setiap  orang  wajib menghormati hak  asasi manusia orang lain.
Peraturan ini  merupakan penyempurnaan terhadap kelemahan- kelemahan  Peraturan  Komisi Informasi Nomor 2  Tahun  2010 tentang Prosedur  Penyelesaian  Sengketa  Informasi  yang  ditemukan  di   dalam praktek, antara lain:
a. Beberapa pengaturan  di   Peraturan   Komisi Informasi  Nomor 2
Tahun  2010  menimbulkan  celah yang beberapa  kali   digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempermainkan prosedur penyelesaian sengketa  sehingga merugikan Badan  Publik dan proses penyelesaian sengketa informasi yang diajukan oleh pihak yang lain.


b.  Pemisahan   proses   mediasi   dan   ajudikasi   membuat   proses penyelesaian sengketa memakan waktu yang lebih panjang, tidak sejalan dengan asas cepat.
c.   Kebutuhan  akan  pengaturan  materi baru  yang belum diatur  di dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010.
Secara umum, pengaturan ini  mengatur antara lain mengenai:
a. ketentuan umum;
b.  asas dan tujuan;
c.  perihal permohonan yang meliputi tata  cara, jangka waktu, serta pencabutan  permohonan, registrasi, penetapan dan pemanggilan para pihak;
d. proses ajudikasi yang meliputi prinsip, tata cara persidangan, pemeriksaan awal, mediasi, pembuktian, pemeriksaan setempat, kesimpulan para pihak, serta putusan.



II.  PASAL  DEMI  PASAL Pasal 1
Cukup jelas.



Pasal 2

Cukup jelas.


Pasal 3
Cukup jelas.


Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Huruf a

Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Yang   dimaksud dengan pelecehan antara  lain termasuk  namun tidak terbatas pada merendahkan petugas, pelecehan gender, dan pelecehan seksual.
Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.



Pasal 5

Cukup jelas.



Pasal 6

Ayat (1)

Yang  dimaksud dengan Badan Publik pusat adalah Badan Publik yang lingkup kerjanya bersifat Nasional atau  lembaga tingkat pusat  dari suatu  lembaga yang hierarkis. Contoh: Kementerian, MPR,  DPR, Mahkamah    Agung,   Markas   Besa Kepolisian   Negara   Republik Indonesia,  Markas  Besar  Tentara  Nasional  Indonesia,  Partai  Politik tingkat pusat, organisasi non pemerintah tingkat pusat, BUMN,  atau lembaga negara lain di tingkat pusat.


Ayat (2)

Yang  dimaksud  dengan Badan Publik provinsi adalah  Badan Publik yang  lingkup  kerjanya  mencakup  provinsi setempat  atau  lembaga tingkat   provinsi   dari   suatu    lembag yang   hierarkis.   Contoh: Pemerintah   Provinsi,  DPRD    Provinsi, Pengadilan  tingkat  banding, Kepolisian Daerah,  Komando Daerah  Militer, BUMD  tingkat provinsi, Partai  Politik tingkat  provinsi,  organisasi  non  pemerintah  tingkat provinsi, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)  tingkat provinsi, atau lembaga tingkat provinsi lainnya.


Termasuk   menjadi   kewenangan   Komisi  Informasi  Provinsi  adalah sengketa dimana yang menjadi Termohon adalah  Badan Publik yang tidak  memiliki kantor  pusat  dan  kantor  cabang,  misalnya  suatu yayasan yang hanya terdiri dari satu kantor saja di Provinsi tertentu.


Ayat (3)

Yang  dimaksud dengan Badan Publik kabupaten/kota  adalah Badan Publik yang lingkup kerjanya mencakup kabupaten/kota  setempat atau  lembaga tingkat  kabupaten/kota   dari  suatu   lembaga yang hierarkis.    Contoh:   Pemerintah   Kabupaten/Kota,    DPRD kabupaten/kota,   Pengadilan  tingkat   pertama,   Komando  Distrik Militer,   BUMD     tingkat   kabupaten/kota,    Partai   Politik  tingkat


kabupaten/kota, organisasi non pemerintah tingkat kabupaten/kota, RSUD  tingkat kabupaten/kota,  atau lembaga tingkat kabupaten/kota lainnya.


Termasuk   menjadi  kewenangan   Komisi  Informasi  Kabupaten/Kota adalah sengketa dimana yang menjadi Termohon adalah Badan Publik yang tidak memiliki kantor pusat dan kantor cabang, misalnya suatu yayasan yang hanya terdiri dari satu  kantor saja di  kabupaten/kota tertentu.


Ayat (4)

Cukup jelas.



Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 7

Ayat (1)

Yang  dimaksud dengan tidak dapat menangani penyelesaian sengketa adalah  belum terbentuknya sekretariat, belum tersedianya anggaran operasional atau kondisi lain yang dinilai Komisi Informasi Pusat tidak memungkinkan  Komisi Informasi Provinsi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.


Ayat (2)

Yang  dimaksud dengan tidak dapat menangani penyelesaian sengketa adalah  belum terbentuknya sekretariat, belum tersedianya anggaran operasional  atau  kondisi lain yang dinilai Komisi Informasi Provinsi tidak  memungkinkan  Komisi Informasi Kabupaten/Kota  untuk melaksanakan tugas dan fungsinya.


Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.


Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Yang  dimaksud dengan memiliki kebutuhan  khusus  adalah Pemohon tuna netra atau Pemohon tuna aksara.
Ayat (4)

Cukup jelas.



Pasal 10

Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas.



Ayat (2)

Cukup jelas.



Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 12

Cukup jelas.



Pasal 13

Cukup jelas.


Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.



Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas.



Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.




Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas.


Pasal 18

Ayat (1)

Yang      dimaksud    dengan    “tidak   dilayani    oleh    Badan    Publik sebagaimana           mestinya”   adalah    Pemohon   sudah    menyerahkan permohonan       secara   tertulis   namun   Badan Publik  tidak      mau memberikan tanda  terima atau  bahkan  tidak mau menandatangani tanda terima yang disediakan sendiri oleh Pemohon.
Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 19

Cukup jelas.



Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas. Ayat  (6)
Cukup jelas.



Pasal 21

Yang   dimaksud dengan berhalangan adalah  tidak dapat  menjalankan tugas  sebagaimana mestinya karena sakit atau  sedang melaksanakan tugas di luar kantor.


Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)


Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas. Ayat  (6)
Cukup jelas.


Pasal 23

Cukup jelas.



Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 25

Cukup jelas.



Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas.



Pasal 27

Cukup jelas.


Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.


Pasal 30

Alasan ketidakhadiran  diberitahukan  oleh Pemohon dan/atau kuasanya sebelum   sidang   dimulai   dan    dinilai   kelayakannya    oleh   Majelis Komisioner di dalam persidangan.


Pasal 31

Alasan    ketidakhadiran     diberitahukan     oleh    Termohon    dan/atau kuasanya  sebelum sidang dimulai dan dinilai kelayakannya oleh Majelis Komisioner di dalam persidangan.


Pasal 32

Cukup jelas.



Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.


Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 37

Cukup jelas.



Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas. Ayat  (6)
Cukup jelas.


Cukup jelas.



Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.



Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.



Pasal 42

Cukup jelas.



Pasal 43

Cukup jelas.



Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.


Pasal 45

Cukup jelas.


Pasal 46


Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.


Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 50

Cukup jelas.



Pasal 51

Cukup jelas.



Pasal 52


Ayat (3)

Cukup jelas.




Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas.



Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas.


Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.


Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas.



Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas.



Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas. Ayat  (3)
Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas.



Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.


Cukup jelas. Ayat  (4)
Cukup jelas. Ayat  (5)
Cukup jelas.


Pasal 61

Cukup jelas.



Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat  (2)
Cukup jelas.


Pasal 63

Cukup jelas.



Pasal 64

Cukup jelas.



Pasal 65

Cukup jelas.























Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Baca Tip Kesehatan

Translate

- Copyright © UPDATE PRIBADI -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -